Samping Kiri

Analogi botol-botol bening



ANALOGI BOTOL-BOTOL BENING

MENYIAPKAN HATI UNTUK BERBAGI

Dalam setiap training, sebelum semuanya digulirkan, saya sering mengajak audiens untuk memulai sesi dengan praktikum sederhana.

Saya mengeluarkan dua buah botol air mineral. Satu kosong dan satunya lagi berisi air. Kedua botol itu masih sempurna bentuknya, lengkap dengan tutup dan label yang membalutnya. Saya kemudian berseru,

“sahabat sekalian, bisakah kedua botol ini saling berbagi air?”

“Bisaaa!!” jawab hadirin kompak.

“Bagaimana caranya?” Tanya saya.

“Tinggal masukin aja sebagian air yang ada di botol penuh ke dalam botol yang kosong” jawab mereka.

“Adakah jawaban yang lain?” Tanya saya lagi. Semuanya terdiam.

“Baiklah” kata saya. Dengn berpura-pura bodoh, saya pandangi botol yang berisi air, tanpa perlakuan apapun langsung menuangnya ke botol kosong. Tidak ada air yang tumpah. Botol tetap penuh dan yang kosong tetap kosong.

“Saya sudah mempraktekkan jawaban anda, tetapi airnya tetap tidak bisa dibagi, apanya yang salah?” Tanya saya. Akhirnya mereka serentak menjawab “Karena tutupnya tidak dibuka”

Demikianlah.

Berbagi pengalaman, berbgi pengetahuan, dan berbagi ilmu itu akan tampak mudah, semudah botol-botol itu saling berbagi air. Tampak mudah, tetapI belum tentu demikian. Tahap awal sebelum berbgi adalah semua di antara kita harus ‘membuka diri’. Selama kita menutup diri, mengunci rapat-rapat pintu persepsi dan mindset, maka semenarik apapun topic diskusi, sebrilian apapun gagasan, semuanya akan berlalu sia-sia.

Setelah ‘membuka penutup botol’, tahap berikutnya adalah melepaskan label yang membalut botol. Balutan label tidak mengganggu kuantuitas content, tetapi kualitas dan ukuran air yang ada dalam botol tidak dapat teramati dengan jelas jika botol tetap berbalut label. Mata kita terganggu oleh merk dan gambar di plastic label, sementara itu sudah berapa persen air terisi, masih berapa sisa kosongnya, apakah airny keruh, ada jentik-jentik, ada endapan, dan maslah lainnya kurang tampak dengan jelas.

Jadi, setelah membuka hati dan pikiran ini, pada tahap kedua kita harus rela untuk sementara waktu ‘mengistirahtkan’ identitas atau ashobiah apapun (jika ada). Sebab ashobiah dapat membuat pikiran menjadi bias.

Tahap terakhir, kedua botol harus siap berperan apapun. Suatu waktu ia siap berperan sebagai botol penuh yang bersedia mengisi, di lain waktu iapun harus rela menjadi botol kosong yang bersedia diisi.

Nah, di dalam diskusi, apalagi di forum yang bertopik pendidikan dan parenting ini, meskipun kemarin-kemarin sudah dimulai, kita semua menginginkan masing-masing member untuk siap dalam peranan itu.tak perlu minder hanya soal kualitas tulisan, tuliskan saja gagasan itu dengan sepenuh PeDe.

Bagemana?...

(YS. mahallul khotho’ wan nisyaan)

Posting Komentar

0 Komentar